Jelas-jelas tindakan tersebut sangat tidak sesuai dari koridor yang diharapkan. Seharusnya HAM diciptakan untuk membantu penjalanan kaidah-kaidah moral dan agama. HAM tidaklah sepenuhnya dapat dilakukan secara bebas. Harus ada batasan-batasan dari HAM dengan berlandaskan pada aspek-aspek kaidah moral dan agama. Semua ini terjadi karena HAM yang ada sekarang ini diambil dari HAM yang ada pada negara liberalisme tanpa difilter terlebih dahulu.
Sebenarnya telah ada langkah dari pemerintah agar pornografi dan pornoaksi tidak merajalela. Di antaranya adalah dengan merancang RUU tentang pronografi dan pronoaksi. Namun, belum saja RUU tersebut menjadi UU, telah banyak terdapat kontraversial di kalangan beberapa orang. Salah satunya oleh salah seorang tokoh LSM, Nurdiana Rasidin, S.H., M.H. yang mengatakan negara dinilai telah bertindak terlalu jauh dalam privasi kehidupan warga negaranya dan juga telah melakukan pemasungan hak-hak sipil. Dalam hal ini, HAM dijadikan sebagai senjata untuk menolak pengekangan terhadap pornografi dan pornoaksi.
Padahal tindakan pronografi dan pornoaksi tersebut jelas-jelas merugikan setiap orang. Riset menunjukkan bahwa maraknya pornografi dan pronoaksi akan semakin menggiring orang ke dalam ambang kehancuran. Pihak yang paling dianggap sebagai korban yaitu anak-anak. Bisa dibayangkan betapa kerusakan kinerja otak yang terjadi pada anak-anak akibat pornografi dan pornoaksi tersebut. Dan bahkan dampak tersebut lebih berbahaya daripada dampak yang ditimbulkan oleh narkoba. Yang diserang oleh pornografi dan pornoaksi adalah sistem kerja otak si anak karena otak anak dapat mengalami kecanduan akan hal tersebut. Dan apabila itu terjadi, keberlangsungan suatu negara ke depannya dapat terancam. Selain dampak pada anak tersebut, dampak lainnya yang terjadi adalah dapat memacu meningkatnya kriminalitas dan hilangnya moral di kalangan masyarakat. Seperti kasus pemerkosaan yang akhir-akhir ini marak terjadi.